Inilah Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Banyak terdapat gedung-gedung tua peninggalan masa penjajahan Belanda. Seperti menara mesjid Agung Sawahlunto ini. Dulunya menara setinggi 75 meter ini merupakan cerobong uap.
Di pusat kota lama Sawahlunto, yang dahulu di kenal dengan sebutan Belanda Kecil, juga terdapat beberapa bangunan tua dengan arsitek bergaya Belanda dan China, seperti rumah sakit, gedung kesenian, rumah Fak Sin Fek dan gereja.
Perkembangan kota Sawahlunto memang tidak terlepas dari kebijakan ekonomi Kolonial Belanda, yang mengembangkan daerah ini sebagai kawasan penambangan batubara.
Menurut Walikota Sawahlunto, Amran Nur, pihaknya mengembangkan kota Sawahlunto menjadi kota wisata tambang hingga tahun 2020 mendatang.
Ciri lain kota Sawahlunto adalah jalur kereta api. Dahulu kereta api dipakai untuk membawa batu bara, dengan panjang rel sekitar 160 kilometer. Namun, sejak tahun 2000 lalu, kereta api tidak lagi beroperasi, dan rel dipakai untuk kereta wisata.
Kereta wisata ini digerakkan dengan mesin diesel truk, berjalan dari stasiun Sawahlunto menuju Stasiun Muaro Kalaban.
Terowongan yang dibangun tahun 1892 dengan panjang sekitar 800 meter ini juga menjadi ciri khas kota Sawahlunto. Terowongan yang dibuat membelah bukit ini dibangun oleh orang rantai atau orang hukuman. Konon, orang � orang hukuman didatangkan dari Jawa, untuk membangun jalan dan penggali tambang batu bara.
Untuk mengetahui sejarah perkeretaapian, juga terdapat Museum Kereta Api. Berbagai peralatan kereta api, seperti label pabrik, dongkrak rel, sinyal kereta dan alat komunikasi, tersimpan di musium ini.
Kota Sawahlunto diproyeksikan menjadi kota wisata tambang tua di Indonesia, karena penambangan batu bara sudah berkurang. Dengan konsep kota wisata tambang tua yang berbudaya, diharapkan dapat mengalihkan sumber mata pencarian masyarakat, yang semula bertumpu pada industri pertambangan, ke bidang pariwisata.
0 komentar:
Posting Komentar