Limbah buah di Pasar Buah Gamping, Yogyakarta tengah disiapkan rekayasa teknologinya untuk diubah dari sampah menjadi biogas. Pengalaman Swedia limbah buah 1 ton bisa menghasilkan setara 100 liter bensin. Persiapan pengembangan limbah buah menjadi biogas dilakukan oleh Tim Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan Pemerintah Swedia. "Kita sudah taraf identifikasi buah di pasar, sosialisasi dengan pengelola pasar dan pembicaraan peluang mengembangkan limbah buah menjadi biogas maupun listrik," kata Dr.Siti Syamsiah, dosen Fakultas Teknik UGM, di Yogyakarta, Selasa (17/2). Dia menyatakan belajar dari pengalaman Swedia limbah basah bisa diolah menjadi biogas, sedang limbah kering menjadi tenaga listrik. Pengalaman ini menjadi inspirasi kerjasama Indonesia-Swedia sejak 3 tahun silam. Tahap awal identifikasi program pengelolaan sampah oleh pemda dan solusi yang diinginkan. Pelaksanaan tahapan ini terakhir dilakukan telekonferensi tim Indonesia dan Swedia dengan tim pemda sejumlah provinsi termasuk dengan Provinsi Jabar pada Oktober 2008. Tim Yogyakarta mengajukan program pengelolaan limbah buah. Tindaklanjutnya dibahas dalam workshop di Yogyakarta,18-19 Februari. Tim Kota Bandung diberi kesempatan mempresentasikan rencana pengelolaan sampah dan proyeksi rekayasa energi yang dihasilkan sampah. Rencana pengelolaan limbah sampah di Pasar Gamping, Sleman, Yogyakarta terus dikaji. Tim peneliti mengidentifikasi jenis buah yang bisa menumbuhkan bakteri dan buah yang membunuh bakteri. Buah kategori membunuh bakteri seperti jeruk. Swedia memisahkan jeruk dari sampah bahan biogas. Begitu juga buah manggis, durian, ini diteliti kandungannya apakah sejenis jeruk atau bukan efek kimianya. "Fakultas Teknik UGM juga mengirimkan 2 mahasiswa pascasarjana ke Universitas di Swedia untuk kuliah dan mempelajari sistem pengolahan limbah buah menjadi biogas. Pemetaan dari mahasiswa tersebut ikut menjadi bahan kajian pengembangan limbah buah menjadi biogas," kata dia. Mohammad Taherzadeh, pakar lingkungan dan perencana pengelolaan sampah di Swedia, mengatakan ada potensi di Indonesia untuk mengubah sampah yang bermasalah menjadi potensi bisnis. Prosesnya cukup panjang. Swedia memerlukan waktu sangat lama bisa melakukan itu. Perwakilan Pemerintah Kota Boras Swedia, Olle Engston menyebut perlu waktu 30 tahun negaranya bisa mengatasi dan mengelola sampah. "30 tahun silam, keadaan sampah dan perilaku penduduk di sana terhadap sampah seperti halnya di Indonesia sekarang. Maka, kami datang ke Indonesia seperti saya mengenal (negara) sendiri tempo dulu," ujar dia. Menurut dia Boras menjadi pelopor utama pengelolaan sampah menjadi biogas, listrik dan produk rekayasa sampah lainnya. Ketika proyek ini dimulai, warga Boras,Swedia, belum memiliki kesadaran mengelola sampah. Maka proyek pengelolaan sampah dimulai dengan pendidikan publik tentang sampah. "Kita mengingatkan dan menjelaskan tanggungjawab anggota keluarga terhadap sampah. Tidak kurang dari 15 tahun penyadaran ke publik dijalankan sampai akhirnya Kota Boras berhasil dan kini berada di garda depan dalam mengelola sampah," kata dia. Di antara tanggungjawab yang diajarkan pemerintah Kota Boras adalah membiasakan anggota keluarga memilah sampah basah dan kering, sampah organik dan nonorganik
Label: Ragam
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar